Senin, 01 September 2014

PROLIFERASI KEKUASAAN SUBSIDI BBM



PROLIFERASI KEKUASAAN  SUBSIDI BBM

Oleh agus pandoman

       Pola konsumsi bikin subsidi membengkak ,  meskipun kebijakan pengendalian sudah dilakukan (kompas 4 agustus 2014 ) kocek pemerintah terkuras 500 triliun hanya untuk membeli BBM. Permasalahan  subsidi BBM  membelit negeri ini   tiada berkhir ,  bagai bom waktu yang selalu mencuat disetiap saat dan terlalu naïf untuk dipikirkan . Mengamati pengaturan kebijakan subsidi yang terjebak pada pola  satu arah dan satu kekuasaan selama ini hanyalah berkutat pada pada besaran belanja subsidi yang dirogoh dari kocek APBN, sedangkan saluran dana BBM dan saluran konsumsi rakyat sebagai pembeli tidak dipertimbangkan.
       Volume konsumsi BBM seharusnya setera dengan penyebaran jumlah kendaraan di masing-masing pemerintah daerah.  Penggunaan BBM  adalah  harus seimbang dengan jumlah pajak kendaraan yang diperoleh daerah , dengan demikian nilai harga yang di subsidi disetiap daerah akan berbeda dengan tingkat atau jumlah pajak kendaraan bermotor yang diperoleh disetiap daerah  lainya.  sehingaga rumus penggunaan BBM akan diperoleh ( N = k  ). Adapun  harga BBM dalam arti luas ( Hb ) bila permintaan sesuai dengan jumlah pajak kendaraan yang diterima , maka keperluan BBM disetiap daerah  akan diperoleh dengan  Hb = N + k.  Dengan menggabungkan rumusan tersebut akan diketahui ratio kebutuhan dana pemerintah daerah untuk belanja BBM ( Pd). Pd/k = z  
         Sebaran kendaraan dimasing-masing daerah berbanding terbalik dengan dana subsidi  atau harga bahan bakar yang dijual disetiap daerah. Sehingga belanja BBM sesuai keperluan daerah dengan tingkat perolehan pajak kendaraanya. Dengan  demikian komposisi bajet  (APBN ) pemerintah pusat  untuk keperluan pembelian subsidi BBM ke daerah , sesuai ratio  C = 1 / pd/k + z .   maka belanja BBM dari Pemerintah  ke Pertamina , kuwotanya dapat dihitung  sesuai dengan besaraan kebutuhan  di daerah ,   prosentase subsidi  yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah akan mempengaruhi harga BBM bersubsidi  dimasing-masing daerah. Dengan demikian  dapat  diharapkan akan membangkitkan kesadaran  rakyat  atau wakilnya di DPRD di setiap daerah untuk menghitung sendiri berapa besaran subsidi BBM nya dan berapa harga jual BBM bersubsidi di daerahnya.   
       Selama ini kebijakan  subsidi BBM selalu mengacu pada disparitas harga antara  harga barang subsidi dengan barang  non subsidi .  dengan dua disparitas ini prilaku konsumen sesuai dengan  pola ekonomi pembeli , yaitu mengkonsumsi barang murah , pelaku ekonomi adalah para penggemar  pencari perbedaan harga , mereka akan mencari BBM dengan harga yang murah . Karakter pelaku ekonomi  sebagai konsumen pencari harga murahsangat diuntungkan ketika keperluan konsumsi BBM menyediakan dua pilihan harga murah dan harga mahal, ( harga subsidi dan non subsidi ).
         Setiap barang yang dijual yang menyiratkan dua perbedaan harga yang tidak berpencar pada sisi murah ,sangat murah dan termurah , maka penjual (pertamina) yang nota bene adalah juga pembeli dari  akan dihadapkan pada persaingan harga yang tidak imbang, pembeli BBM pada dasarnya adalah rakyat , penjual BBM juga rakyat .  barang yang berkait dengan harga jual antara penjual dan pembelinya  bercorak simbiosis mutualisis.  Apakah mungkin kita mengharap kesadaran rakyat sebagai penjual dan pembeli  terhadap propertinya sendiri yaitu BBM untuk digunakan dengan tidak memboroskan kantong negaranya  , sampai dunia kiamat pun tidak ada jaminan rakyat akan sadar .
        Pemerintah sebagai  pendistribusi harga jual  BBM , sekalipun memenuhi unsur kerakyatan  terdapat  dua kepentingan .
a.       Kepentingan kegunaan / pemanfaatan
b.      Kebaikan
       Antara  “ kebaikan “ dalam bentuk subsidi dan kegunaan dalam bentuk penggerak  mobilitas sarana transportasi penduduk , adalah  sebagai hak konstitusi rakyat. Karena pasal 33 UUD 1945 telah mengaturnya . Akan tetapi konflik dua arah ini , selalu muncul karena ada factor ‘ biaya “ pengelohan dan pengelolaan .  untuk dapat memanfaatan hasil dari sumber daya alamnya rakyat harus menyadari bahwa perubahan bentuk dari sumber daya alam  menjadi BBM,  adalah  beban ekonomi rakyat . tidak bisa dilepaskan dengan  dimanfaatan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat .  menyajikan BBM untuk rakyat adalah beban rakyat .
           Pola  kebijakan  subsidi BBM  one way , yang selama ini diterapkan  oleh pemerintah,  berdampak pada  jurang fiskal, antara belanja barang  (BBM) dibandingkan dengan pendapatan pajak kendaraan bermotor, cenderung lebih banyak subsidi dan bahkan semakin membengkak dimana perhitungan subsidi  sebagai kontraksi  beban negara yang digelontorkan lebih besar dengan target fiskal  .  Target pengaturan BBM yang disusun oleh Kementerian ESDM  ( term of reference ) pada tahun 2013 -2014 sebagai gambaran volume  konsumsi BBM khususnya premium akan bertambah ditargetkan sampai dengan 9,3 juta KL . Dengan dasar target beban biaya penghematan anggaran subsidi BBM tanpa memperhitungkan   Jumlah kendaraan ,maka  alokasi subsidi tidak pernah memenuhi target penghematan. Dampaknya adalah Pertamina perusahaan minyak dan gas nasional kerap menderita kerugian pada tahun 2010 Rp 6,9 triliun.
            Konfigurasi antara kepentingan rakyat  ( konsumen BBM ) dan kebaikan pemerintah  (subsidi ) terkesan  bernuansa pada pencitraan  ,politisi mencermati kenaikan harga dengan kalkulasi populis yang justru akhirnya menjadi jebakan bangsa menuju ketidak puasaan terhadap pemerintah, rumusan proliferasi  diatas mengkonfirmasi bahwa perhitungan subsidi BBM harus sebanding dengan  tingkat kebutuhan  konsumen  setara dengan jumlah pajak kendaraan  yang diterima disetiap daerah. 
Dengan demikian  “kebaikan “  ( subsidi)  harus setara dengan kebahagiaan yang diterima konsumen BBM dimana dia telah membayar pajak kendaraanya.  Kewajiban Pemerintah Daerah lah yang semestinya berkontraksi dengan konsumen BBM (rakyat ) untuk memsubsidi  bahan bakar kendaraan rakyatnya.  Sehingga subsidi akan memenuhi sasaran bantauan pemerintah kepada rakyatnya  sebagai reward  karena pajak kendaraan bermotor yang ia miliki telah dibayar pajaknya. Asumsi perhitungan misalnya  saya pemilik kendaraan motor roda dua ,pajak kendaraan setiap tahun sebesar Rp 200.000,- maka saya akan mendapat reward dari Pemerintah daerah  untuk penggunaan BBM kendaraan saya sebesar  Rp 20.000 ,-.Akumulasi reward 10 %  yang digunakan untuk  keperluan  mobilitas  rakyat didaerah tersebut.
                Harga BBM bersubsidi hanya digunakan oleh  kendaraan  berplat daerah  dimana kendaraan tersebut membayar pajak  kendaraanya ( STNK ), sedangkan harga  bahan bakar untuk kebutuhan  industry adalah menjadi kewenangan Pertamina ( Pemerintah ). Harga BBM yang dijual pertamina  akan mengikuti  hukum pasar, dengan demikian Pertamina akan menerapkan dapat membuat  kebijakan  pola harga sesuai dengan kwalitasnya  ( KW ) ,  bisa dipecah menjadi Kelompok harga  KW1 harga KW2 kelompok harga KW3 dan kelompok harga KW4.  ( bahs jawa ana rupa ana rega ).
  Proliferasi kebijakan subsidi BBM  tidak bertentangan dengan undang-undang otonomi daerah ( UU No 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah ) ,  karena pada hakekatnya  otonomi daerah adalah pendelegasian kewenangan  yaitu memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah, yang memudahkan hubungan dan siinerji dalam sistem penyelenggaraan pemerintah negara.  Maka dana perimbangan sebagaimana yang dimaksud pasal 159 konklusinya terletak pada bagaimana DAU dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.  
              Proliferasi kebijakan harga BBM oleh Pertamina  melalui rumasan BBM berkwalitas (KW), harus  ditopang dengan  dua paket  regulasi yaitu pajak kendaraan  bermotor  dan regulasi transportasi publik. Karena urusan yang diserahkan  daerah, tidak saja otoritas tapi dana yang disentralisasikan otonomi daerah harus di geneuin kan untuk kepentingan penggerak ekonomi.   Regulasi tersebut harus mengacu kepada  manajemen modern .  Menejemen modern yang pernah dilakukan oleh Tony Blair di Inggris yang mengintroduksi 7 Prinsip: ABCDEFG yaitu (Doing it (the justice) All together, Better, Cost effectively, Demovratically, Efeciently, Faster doing it for Government .
Kita bisa belajar dinegara lain bagaimana sistem  pemakaian bahan bakar yng secara represif diterapkan terhadap kendaraan yang melaju dijalan raya , Regulasi  manjemen dalam rumusan Tony Blair  , kiranya dapat menjadi pedoman  untuk merumuskan  kebijakan  proliferasi subsidi BBM ,  sehingga regulasi harus  dikerjakan  oleh pemerintah daerah , untuk menjadi kasanah kelembagaan dalam pengaturan pajak kendaran bermotor dan  transportasi , sehinga manajemen regulasi kendaraan harus bisa tegas  menentukan   pemakaian BBM bersubsidi  bagi  kendaraan sesuai dengan jumlah  kendaraan . Proliferasi kekuasaan  subsidi BBM perlu dipikirkan , apalagi  sebagian besar penggunaan  BBM bersubsidi  dikonsumsi oleh kendaraan pribadi, konsekwensi mayoritas pengguna BBM bersubsidi adalah kendaraan pribadi , maka dengan menggunakan manajemen regulasi modern ABCDEFG  harus disiasati dengan jurang harga,  yang kemudian  dikembang biakan melalui disparitas harga dalam prototype BBM , dari sinilah pintu  masuk kebijakan subsidi  BBM untuk menentukan  harga BBM  yang akan dijual kemasyarakat.   BBM  yang telah disesuaikan dengan kelompok harga  masing-masing peringkat kwalitas BBM , disajikan kemasyarakat pengguna, maka  dengan adanya varian harga yang  tidak memakai dua sistem harga , pada akhirnya  pengguna BBM akan menuju pada satu titik pilihan
 “ ana rupa ana rega “.

Kamis, 17 Juli 2014

KESUCIAN HAK MILIK INFORMASI SECARA UMUM



         Oleh 
         AGUS PANDOMAN

    Kita mungkin ragu tentang anggapan dan dugaan bahwa informasi hasil penghitungan cepat Pilpres tahun 2014,  yang terkandung didalam tayangan telivisi  begitu saja diterima oleh masyarakat ,tayangan itu memperlihatkan munculnya bukan lagi kesucian hak milik secara umum dan satu-satunya hak milik rakyat  akan tetapi hak informasi secara individual dari para pemilik modal. Kesucian hak Milik Informasi secara umum, adalah hak informasi yang setara dengan bentuk perlindungan atas kebebasan individu dan tekanan massa. Apa yang semula merupakan masalah News berubah menjadi masalah kekuasaan dan kepentingan, kemudian didalam  isi beritanya (informasi )  menjadi persoalan moral antara individu dengan kerumunanan massa. Dan tentu saja secara individu kita bersimpati dengan individu-individu tersebut , lebih-lebih ketika isu penghitungan cepat telah dibumbui dan dibelokan oleh media telivisi yang mendominasi tayangan sebagai hak milik kelompoknya.
        Kebebasan kepemilikan  didalam bisnis media adalah kata kata kunci pesetaraan pemberi informasi  yang berasal dari relasi sosial kapitalis dengan audiens (penerima berita ) yang diwujudkan dalam bentuk media cetak dan telivisi maupun radio adalah bagaimna mengungkapkan , menyalurkan dan menjaga informasi secara setara.Oleh karena itu sangat wajar jika hal ini menjadi idiologi informasi universal. Memang demikianlah cara media bekerja . Informasi memerlukan sarana penyampaian dan terjaga secara setara diantara para individu yang berada dalam suatu temapat dan waktu tertentu yang akan menerima informasi,  sudah semestinya mengandung kesucian moralisasi kepentingan diri yang diungkapkan terhadap informasi tersebut.  News harus   mengklaim diri berkomitmen pada soal kesetaraan  sebagai kesucian hak milik informasi  dan bukan kebebasan para pemilik modal untuk mengembangkan kapital mereka melalui kekuasaan politik  yang memiskinkan hak informasi yang setara
          Keunikan diskursus informasi sekarang ini terhadap hasil penghitungan cepat pilpres tahun 2014  yang berlawanan,  yang ditayangkan oleh media telivisi  yaitu menentukan relasi kekuasaan dalam sebuah hasil pilpres dalam sebuah negara berdasarkan idiologi-idiologi politik kapitalisnya. Bahasa penayangan menunjukan relasi kuasa berdasarkan kelompok idiologi yang terlibat dalam sebuah proses legalitas pemenangnya. Bahasa berita tidak lagi mengambil bentuk universal ,berciri moral, kesetaraan dan dilepaskan dari dorongan politik.  Maka dalam masyarakat jurnalistik modern upaya terakhir untuk menekan kekuasaan para pemilik modal media,  dalam bentuk perlindungan asosiasi jurnalistik tidak hanya merefleksikan kebebasan jurnalistik dari penampakan praktek  pengendalian informasi yang membelokan issu menjadi sarana politik kekuasaan .  relasi sosial memperlihatkan dominasi ini. Asosiasi jurnalistik yang terpadu dalam dewan perss sangat bergantung pada kemampuan menerapkan kode etik pada anggotanya untuk mengembalikan kesucian hak milik informasi terhadap dominasi superstruktural pemilik modal dari ideology politik kekuasaan  .
        Betatapun demikian perlu juga diperhatikan bahwa penayangan informasi yang tidak menampilkan semua informasi tersebut secara seimbang akan memunculkan kebebasan perss dari tekanan massa merefleksikan kebenaran dari relasi sosial yang korup. Kemampuan sistem hukum informasi untuk bertahan tanpa hegemoni yang berkaitan dengan pemilik modal adalah tidak mungkin ,akan tetapi hal ini akan dapat diatasai dengan pencapaian konsensus antara kaum pekerja (para jurnalis ) yang menampung hak-hak,kekuasaan dan kepentingan sub ordinat diluar  hukum itu sendiri seperti praktek politik . Sebuah sistem  informasi  tanpa sebuah basis  kesetaraan hanyalah dominasi telanjang para pemilik media terhadap  kaum pekerja ( kaum jurnalis ) . Perss tidak hanya sebagai pembawa informasi  yang disokong oleh kekuasaan sosial yang terlembagakan , melainkan juga kekuasaan sosial yang terlembagakan yang disokong oleh ideology kesetaraan. Dalam hukum ,pekerja ( jurnalis ) dilihat sebagai sebuah kontrak diantara pihak-pihak yang setara ketimbang kepentingan-kepentingan yang bertentangan  dari pihak yang memiliki kekuasaan tidak setara.  Jurnalis  tidak perlu menjadikanya sebagai sebuah  kredo yang berasal dari luar diri mereka . Jurnalis dianggap berasal dari  pikiran pengalaman mereka sendiri ketika ia meliput  issu . Informasi juga tidak memaksa kepatuhan yang seragam , tidak menuntut kepatuhan total ; tapi melengserkan  itu semua, jurnalis akan  berhadapan dengan kemurnian hak milik informasi secara umum terhadap  persoalan keadilan dan kesetaraan mendapatkan informasi  .  Tugas Dewan Perss berkaitan dengan terror berita, rasa sakit telinga,dan kematian etika /moral jurnalis , dan kontrol atas kekuasaan yang sewenang-wenang para pemilik media yang terlibat praktek politik dan belas kasih terhadap  pendengar, pembaca , penglihat  yang lemah karena tiada pilihan lain selain kehilangan kemurnian hak milik informasinya, sehingga dengan demikian  jangan  sampai Dewan  Perss hanya bertumpang dada dan  hanya mampu untuk menyembunyikan pelbagai kepentingan politik.
           Relasi juridis antara jurnalis, dan pemilik modal telah menciptakan orang-orang perss sebagai subjek dan kemudian mengisolasi individu-individu mereka dalam praktek sosio politik dan ekonomi . Berdasarkan pandangan ini sebuah informasi akan tersalurkan pada masyarakat telah membuat pertentangan antara kepentingan pemodal sebagai individu politik dengan masyarakat yang menerima informasi yang terberi ( gegiven ). Berlandaskan pada isolasi ini yakni isolasi yang diartikulasikan dan dibentuk didalam relasi juridis , kepentingan praktek politik, maka setiap issu menjadi bagian dari pembelokan informasi yang telah memisahkan kemurnian hak informasi , disini terdapat sebuah antinomy  dalam hukum,  yang pada akhirnya informasi  akan berubah menjadi  - hak  melawan  hak.  Maka jika antara hak-hak yang sama bobotnya saling berhadapan , kekuatan kekerasanlah yang menentukan.  ( A.A . G Peters ,1985 , hl 46 )          

Kamis, 12 Juni 2014

JUMLAH KERUGIAN NEGARA ANTARA KORUPSI DAN PIUTANG TAK TERTAGIH


PERBANDINGAN JUMLAH KERUGIAN NEGARA DISEBABKAN KORUPS DAN PIUTANG MACET
 
            Kerugian keuangan negara yang dialami Indonesia akibat korupsi sejak tahun 2004 sampai 2012 sejumlah Rp 34,4 triliun. Sementara itu total aset atau kekayaan negara yang berhasil diselamatkan KPK tahun 2011 sebanyak Rp. 152,9 triliun dan total kerugian uang Negara yang berhasil diselamatkan KPK tahun 2011 sebanyak Rp. 134,7 miliyar. Aset/kekayaan negara yang berhasil diselamatkan KPK tahun 2011 sebanyak Rp. 152,9 triliun itu, 99,65 persen berasal dari sektor hulu migas (aset-aset migas milik negara yang tidak pernah tercatat oleh pemerintah), kemudian 0,35 persen dari pengalihan hak barang milik negara. Sementara kerugian uang negara yang berhasil diselamatkan KPK tahun 2011 Rp. 134,7 miliyar berasal dari penanganan perkara tindak pidana korupsi (TPK), uang pengganti, uang rampasan, uang sitaan, penjualan hasil lelang TPK, penerimaan negara bukan pajak dan disetorkan ke rekening kas negara/daerah. Hal tersebut diungkapkan oleh M. Busyro Muqoddas, wakil ketua KPK dalam acara Silaturahim dan Tabligh Akbar Pimpinan Daerah Muhammadiyah Provinsi Jambi di Auditorium RRI Minggu (16/9) juga mengungkapkan, terdakwa yang telah ditangani KPK sejak tahun 2004 sampai Agustus 2012 sebanyak 339 orang, diantaranya; anggota DPR/DPRD 64 orang, menteri/kepala lembaga 6 orang, duta besar 4 orang, komisioner/dosen 7 orang, gubernur 8 orang, walikota/ bupati/wakil 31 orang, eselon I,II,III 103 orang, hakim 6 orang, jaksa 6 orang, swasta 68 orang, lain-lain 35 orang. Menurut Busyro kekayaan Indonesia sangatlah banyak. Tahun 2005 saja sebanyak Rp. 852 Triliun, kemudian tahun 2012 Rp. 3.023,44 Triliun, meningkat 3,5 kali lipat dengan kekayaan bersih mencapai Rp. 1.076,07 triliun.
            Sementara itu potensi kekayaan Indonesia, seperti Indonesia merupakan lumbung energi panas bumi terbesar dunia, kemudian pengekspor terbesar rotan, penghasil LNG terbesar dunia, produsen timah terbesar dunia, produsen tembaga ketiga dunia, produsen emas kedelapan dunia, produsen kopi terbesar ketiga dunia dan produsen kakao ketiga dunia. Sementara itu kondisi Indonesia berbanding terbalik dengan kekayaan yan dimilikinya. Saat ini sekitar 84 penduduk Indonesia setiap malam masih dirundung kegelapan, kemudian 35,6 persen konsumsi energi dinegeri ini sangat tergantung pada BBM, angka kemiskinan 30,02 juta jiwa. Tidak hanya itu, hutang luar negeri per November 2011 mencapai Rp 1.816,85 triliun dan harus membayar bunga hutang Rp 115,21 triliun dalam APBN 2011 dan 3,8 juta hektar hutan di Indonesia rusak setiap tahunnya.
1.      Jumlah Kerugian Negara dari Piutang Negara Perbankan ( Kredit Macet Bank Milik Negara )
Kredit Macet Bank RI Capai Rp 33 Triliun di 2011 naik 17%. Bank Indonesia (BI) mencatat hingga akhir 2011 jumlah kredit macet perbankan mencapai Rp 33,401 triliun. Jumlah ini naik 17,64% dibandingkan akhir 2010 yang sebesar Rp 28,396 triliun. Demikian terungkap dari data statistik perbankan yang dikutip detikFinance dari Bank Indonesia (BI), Kamis (16/2/2012).
Meskipun begitu, khusus untuk bulan Desember 2011 saja, nilai kredit macet perbankan di Desember 2011 turun Rp. 3,603 triliun dibandingkan November 2011 yang nilainya Rp. 37,004 triliun. Berdasarkan data BI tersebut, total jumlah kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) dari perbankan per akhir 2011 mencapai Rp. 52,527 triliun, naik tipis dari posisi di akhir 2010 yang sebesar Rp. 52,794 triliun. Rasio NPL perbankan di akhir 2011 mencapai 1,53%. Sampai akhir 2011 jumlah kredit yang dikucurkan perbankan Indonesia mencapai Rp. 2.200,094 triliun. Kredit ini naik dibandingkan di 2010 yang nilainya Rp. 1.765,845 triliun.
Dari total kredit tersebut, sebanyak Rp.
2.067,704 triliun  masuk  kategori  lancar.
Sementara Rp. 7,407 triliun masuk kategori kurang lancar, lalu Rp. 6,887 triliun masuk kategori diragukan, dan Rp. 33,401 triliun masuk kategori macet. Bank yang menguasai kredit terbesar hingga November adalah Bank Umum Swasta Nasional Devisa senilai Rp. 922,541 triliun, bank BUMN Rp. 776,833 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Rp. 175,702 triliun, bank asing Rp. 136,486 triliun, bank campuran Rp. 120,389 triliun, dan Bank Umum Swasta Non Devisa Rp 68,143 triliun.
Berikut posisi jumlah kredit macet perbankan:
- Bank BUMN Rp. 15,4 triliun
- Bank Umum Swasta Nasional Devisa Rp. 11,275 triliun
- Bank Pembangunan Daerah Rp. 2,494 triliun
- Bank Asing Rp. 2,296 triliun
- Bank Campuran Rp. 1,196 triliun
- Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa Rp. 741 miliar.