Sabtu, 29 April 2023

 MANIFESTASI ACTURIAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB BERKELANJUTAN PADA ANAK YATIM PIATU KORBAN PANDEMI COVID 19.

Dr Agus Pandoman,SH,MKN,CMB.

Universitas Widya Mataram Yogyakarta

 

A.   Abstrak

      Alam memberikan pesan melalui yatim piatu  korban pandemik Covid-19 ,  era pemisahan tanggung jawab berkelanjutan, yang semula  milik orang tuanya, sekarang entah milik siapa,  mengarahkan hidup mereka menempuh  rute yang tidak membahagiakan , Jutaan  yatim piatu korban Covid 19 terlantar, kehilangan sosok yang memiliki tanggung jawab berkelanjutan.Masa depan mereka berda pada ruang struktural negara.

      Mereka tidak bisa dibiarkan kehilangan kesempatan untuk menyongsong masa depan karena tiadanya perlindungan dari orang yang memiliki tanggung jawab berkelanjutan terhadap masa depannya . Harus ada orang yang mampu mengambil alih tanggung jawab berkelanjutan ini , orang semacam ini di-manifestasikan sebagai sosok Acturian.

      United Nations Convention on the Rights of the Child  (UN-CRC  ), tidak dapat direrapkan pada anak berstatus yatim piatu korban Covid 19 . Jangan pernah di lupakan bahwa ke empat hak itu ,  berkaitan erat dengan tanggung jawab berkelanjutan. Ke empat hak itu tidak bisa disamakan dengan hak anak yang berstatus yatim piatu . Konsep   hak –hak anak  UN-CRC ,  memang milik anak-anak dunia, namun dalam strata anak dan orang tua yang masih hidup.   Konvensi ( UN-CRC ) hanya  berfokus terhadap  jaminan hak anak pada bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya yang disahkan pada tahun 1989 oleh PBB. tepatnya  tanggal 1 Juni 1959, PBB mengumumkan pernyataan hak-hak anak dan ditetapkan sebagai hari anak sedunia. 

     Artikel ini, mengambil tema tentang manifestasi  sosok yang bisa menggantikan tanggung jawab berkelanjutan terhadap anak yatim piatu korban Covid 19. Kajian artikel ini menggunakan pendekatan struktural,dengan cakupan kelembagaan badan dunia dalam me- manifestasikan aktor Acturian dalam konteks hak anak sedunia sebagai penguat regulasi tentang hak asuh berkenjutan yang harus di terapkan oleh setiap negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa.. 

 

B.     Yatim Piatu Dan Acturian

1.     Pengertian Yatim Piatu

               Literatur di Indonesia  pengertian  yatim piatu adalah gabungan dari yatim dan piatu yang dapat di uraikan sebagai berikut  Yatim berasal dari saduran bahasa Arab, yang artinya adalah seorang anak dalam usia belum baligh telah ditinggal wafat oleh ayahnya. Sedangkan piatu adalah seorang anak yang belum baligh telah ditinggal oleh ibunya. Manakala dua suku kata yatim dan piatu di gabung , maka disebut yatim piatu.  Jadi yatim piatu  adalah gabungan dari keduanya, yakni seorang anak dalam usia yang belum balig telah ditinggal kedua orang tuanya.[1]

              Yatim piatu dalam Bahasa inggris  di sebut orphanDalam litertur Bahasa inggris “orphan”  di difinisakan . An orphan (from the Greek: ορφανός, romanized: orphanós) is a child whose parents have died, are unknown, or have permanently abandoned them.  In common usage, only a child who has lost both parents due to death is called an orphan. When referring to animals, only the mother's condition is usually relevant (i.e. if the female parent has gone, the offspring is an orphan, regardless of the father's condition)[2].   Yatim piatu (dari bahasa Yunani: , diromanisasi: yatim piatu adalah seorang anak yang orang tuanya telah meninggal, tidak diketahui, atau telah meninggalkan mereka secara permanen. Dalam penggunaan umum, hanya anak yang kehilangan kedua orang tuanya karena kematian yang disebut yatim piatu.  Ketika mengacu pada hewan, biasanya hanya kondisi ibu yang relevan (yaitu jika induk betina telah pergi, keturunannya adalah yatim piatu, terlepas dari kondisi ayahnya).

      Mengacu pada difinisi diatas yang disebut sebagai Yatim piatu korban Covid 19, adalah anak-anak yang belum dewasa  ( belum balegh )yang telah ditinggal mati oleh kedua orang tuanya (ayah dan ibu ) yang kematiannya disebabkan terpapar oleh pandemi Covid 19. Banyak orang tua yang meninggal karena terpapar pandemi Covid 19 , yang meninggalkan anak-anak berusia dini. Anak-anak yang menjadi yatim piatu itu masih sangat membutuhkan peran perlindungan, finansial, dan kasih sayang orang tuanya , keadaan ini  perlu kehadiran yang bisa menjadi pengganti peran sebagai orang tuanya, sosok ini disebut Acturian.

2.     Konsep Acturian

       Covid-19  menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Virus jahat ini telah banyak  merenggut nyawa manusia di seluruh dunia ,  menyebabkan anak-anak tiba-tiba harus kehilangan orang tuanya . Banyak  anak-anak menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya meninggal dunia  akibat terpapar Covid-19 [3].

       Pandemi Covid 19  melahirkan generasi yatim piatu, hak hidup mereka diambang batas ketidak berdayaan . Membuka pikiran  penghuni planit ini,  mengenali virus covid 19 ,  meniupkan energi kematian yang luar biasa kuat menyebar dan membentuk formasi lingkaran maut , muncul diseluruh dunia, menyengsarakan umat manusia, meninggalkan jejak prasasti salah satunya  anak “yatim piatu “

       Alam memberikan pesan melalui yatim piatu  korban pandemik ini ,  era pemisahan tanggung jawab berkelanjutan, yang semula  milik orang tuanya, namun paska kematian orang tuanya,  mengarahkan hidup mereka menempuh  rute yang tidak membahagiakan , Jutaan  yatim piatu [4] , terjebak  pada masa –masa sulit, merasa buruk ,tak punya tujuan , putus asa, atau penuh ketakutan, dan hidup tak punya makna.

      Mereka tidak bisa dibiarkan kehilangan kesempatan untuk menyongsong masa depan karena tiadanya perlindungan , kehilangan orang yang mempunyai tanggung jawab berkelanjutan terhadap masa depannya . Harus ada orang yang mampu mengambil alih tanggung jawab berkelanjutan ini , orang semacam ini di-manifestasikan sebagai sosok Acturian.

         Acturian adalah makhluk multidimensi yang hidup dalam dimensi yang sejajar dengan realitas kita. Mereka adalah makhluk ultrateresterial yang penuh kebaikan yang berkonversasi dengan indra intuitif kita, dan bukan terlihat secara fisik atau terdengar.  Acturian memiliki tanggung jawab berkelanjutan terhadap geometri sakral yaitu bagian bawaan dari kosmos, semua makhluk hidup terdiri atas elemen berbentuk ,secara geometris bahkan ketingkat sel[5]

      Manifestasi sosok Acturian di dunia sekarang ini hampir melekat pada orang-orang super kaya yang dermawan , peduli kemanusiaan.  Impprovisasi kedermawaannya , ada yang masuk katagori  sebagai  Lembaga donasi. Lembaga ini dibentuk  dalam wadah badan hukum yaitu fodundation / yayasan , Filantropis semacam ini sudah secara terstruktur dikembangkan  dengan manajemen filantropis, Misal Bill Gate Foundation ,Ford Foundation, dan lain-lain.

      Demikian juga Lembaga struktural negara seperti Kementerian Sosisal, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak .   Kontek filantropinya hanya sebatas kontributor dana , dan berhenti pada porposi penyaluran, mereka tidak menampung persoalan bagaimana keberlanjutannya (sustainable ) terhadap program filantropisnya, karena bagi mereka  bukan bagian dari pilihanya.

        Sebaliknya terdapat orang kaya dermawan (Acturian ) , tidak semuanya memiliki foundation , Sebagian dari daftar orang kaya monitoring Majalah Forbs, memiliki kekayaan yang tidak terbatas dan tanpa batas ukuran kapan kelimpahan kekyaannya di salurkan pada Gerakan Kemanusiaan, karena setiap negara tidak mendesain peraturan tentang batas kelimpahan kekyaan. Acturian katagori ini, terlewati oleh aspek kemanusiaan sehingga ia luput dari  manifestasi kelimpahan kekayaanya terhadap filantropi..

        Me-manifestasikan berlimpah ruahnya kekayaan orang-orang superkaya pada gerakan kemanusiaan, tergantung seberapa besar aspek kemanusiaan kebutuhan filantropisnya , sehingga ia bisa disebut Acturian. Komonitas Acturian ,semestinya bisa diwujudkan  dan hanya bisa di realisasikan jika dan bila jika   ada  konferensi dunia  tentang Acturian . Konferensi ini adalah kewenangan PBB.

  . Kehidupan yatim piatu korban Covid 19 , yang terhempas dari konteks filantropis,bila tidak segera di tangani oleh PBB, akan mencederai aspek kemanusiaan , Keberadaan mereka di dunia, tidak semestinya di biarkan sebagai  bibit manusia yang bersemai liar, sehingga  hidup  bagi mereka hanya punya dua pilihan ; tumbuh sebagai manusia liar atau mereka mati. Oleh karena itu yang perlu kita pahami sekarang ini seberapa besar manifestasi rasa kemanusiaan bagi orang super kaya terhadap mereka.

       Peroalaan kemanusiaan yatim piatu korban pandemi Covid 19 , sudah bergulir menjadi persoalan kemanusiaan seluruh negara anggota PBB . Waktu terhadap permasalahan ini berada ditangan  Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) agar bisa  me- manifestasikan Acturian  .  Lembaga ini  mampu berkomunikasi melalui lingkaran orang –orang super kaya  di dunia  ( yang baik hati  ) , dan Lembaga ini juga  dapat menuntun mereka  melakukan tindakan lindung nilai kemanusian, atau perlindungan yang baik , lewat reli orang kaya dalam program tanggung jawab berkelanjutan terhadap  anak yatim piatu korban pandemi Covid-19 ,

 

3.       Acturian Dan  Pemerintah Indonesia

             Secara struktural manifestasi Acturian terhadap yatim piatu korban Covid 19 baik yang dilakukan Kementerian Sosial maupun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menggunakan konsep perlindungan dan penanganan.   

             Konsep Acturian Kementerian Sosial  diintegrasikan dengan Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI)  . Program ATENSI Anak menjadi skema untuk memberikan perlindungan terhadap anak yatim piatu yang orangtuanya meninggal akibat Covid-19", [6] Program ATENSI bagi anak yatim piatu , bertujuan  tidak hanya berorientasi pada kebutuhan dasar anak, melainkan juga ke perawatan sosial anak terutama pendampingan psikososial bagi anak-anak yang kehilangan orangtua akibat Covid-19,” . Pelaksanaan program ini mencakup hal-hal sebagai berikut :

 

1)     Pengasuhan terbaik bagi anak adalah saat anak diasuh oleh orangtuanya, namun dalam kondisi tertentu dimana orangtua tidak dapat mengasuh anak maka dimungkinkan jika anak berada dalam pengasuhan alternatif.

2)     Pengasuhan bagi anak yatim piatu yang kehilangan orangtuanya akibat Covid-19 dapat dilakukan oleh keluarga besar atau keluarga pengganti baik dari pihak ibu maupun ayah anak.

3)     Apabila keluarga besar atau keluarga pengganti tidak tersedia maka anak dapat memperoleh pengasuhan alternatif dari orangtua asuh melalui layanan Foster Care. Tidak hanya anak yang orangtuanya meninggal saja, layanan Foscter Care juga dapat menjangkau anak yang ditinggal orangtua yang sedang isolasi mandiri atau dirawat akibat Covid-19. 

4)     Pendamping sosial yang bergerak ke lapangan saat ini melibatkan para relawan lokal untuk memberikan penguatan kepada anak-anak.[7]

5)     Pendampingan psikososial menjadi salah satu upaya perlindungan bagi anak yatim piatu korban Covid-19.

6)    Membangun Sentra Kreasi Atensi (SKA) di beberapa Balai/loka Rehabilitasi Sosial untuk memberdayakan anak-anak penerima manfaat. SKA ini juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keterampilan anak-anak yatim piatu korban Covid-19 agar mereka tidak terlarut dalam situasi kehilangan. 

       Sementara  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  bergerak dengan menghimpun dan meng aktualisasi data

1)     Data jumlah anak yatim piatu korban Covid-19 sebanyak 17.368 anak per Tanggal 8 September 2021. 

2)     Tindakan komunikasi dengan Kemensos dan beberapa Kementerian/Lembaga la ketersediaan data.

3)     Perolehan data ini dari Satgas Covid-19.

4)     membuka ruang agar masyarakat juga dapat melaporkan terkait anak yatim piatu korban Covid-19 melalui Sistem Data Rapidpro", ujar Nahar.

         Sedangkan terdapat juga konsep dari LSM Plan Indonesia, permasalahan anak yatim piatu korban Covid-19 sebagai suatu problem yang di tuntaskan yang dapat di kualifikasikan berikut ;

1)     harus diidentifikasi dan direspon secara cepat dan tepat.

2)     Oleh karena itu, hal ini memerlukan kerjasama berbagai pihak. 

 

     Lembaga penerbitan seperti Kompas mengungkapkan bahwa permasalahan anak yatim piatu korban Covid-19. Kasus anak-anak yang ditinggal orangtua karena Covid-19 ini layaknya pandemi di dalam pandemi",  kompos memberikan solusi sebagai berikut  :

1)     butuh pendampingan segera. Mereka mungkin sangat terbebani karena mendapatkan stigma dari lingkungan yang menganggap anak sebagai pembawa virus yang menyebabkan orangtuanya meninggal. Selain pendampingan, perihal pendataan anak yatim piatu ini juga menjadi tantangan besar karena saat ini kriteria kematian karena Covid juga masih harus dikaji ulang. Masih banyak anak yang belum terdata dikarenakan kematian orangtuanya yang terpapar Covid-19 tidak terlaporkan,” tambahnya. 

 

Manifestasi Acturian terhadap yatim piatu terhadap Korban Covid  secara struktural hanya  sebuah  komponen  konteks  bantuan sosial ,dengan  konotasi “korban”  bagi anak dalam kondisi “loss “ and Griving “ . Konsep demikian  cenderung dianggap sebagai momentum kebencanaan belaka  , yang  tidak di arahkan pada penciptaan sosok Acturian sebagai  “ persoalan Filantropis “

 

4.      PBB dan Acturian.    

            Ledakan jumlah Anak yatim piatu didunia luar biasa besar[8] , Salah satu penulis, dr Susan Hillis menyebut bahwa angka tersebut sungguh mengejutkan. Satu juta anak harus menghadapi kenyataan pahit lantaran kehilangan orangtuanya,  selama 14 bulan pertama pandemi COVID-19 menerjang seluruh negara, dan setengah juta sisanya mereka kehilangan kakek-nenek, pengasuh, serta kerabat yang tinggal dalam satu rumah. Anak-anak akan merasakan dampak jangka pendek dan jangka panjang dari pandemi ini, seperti peningkatan resiko penyakit, resiko kekeraan fisik dan seksual

        Anak yatim piatu sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk kategori anak rawan atau anak-anak membutuhkan perlindungan khusus (children in need of special protection). Anak-anak yatim piatu dikatakan terlantar apabila karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.

         Hak dasar ini hanya bisa dipenuhi terkait dengan tersedianya tanggung jawab berkelanjutan oleh orang tuanya, sementara tanggung jawab berkelanjutannya telah mati, seiring kematian orang tuanya  Ini fakta bukan mitos, berdasarkan penelitian jumlahnya jutaan dan hampir djumpai diseluruh negara. Krisis kemanusiaan yatim piatu bukan sekedar berbicara tentang bagimana penangannya, tapi  manifestai Acturian, sebagai levitate ( pengganti ) pelaku tanggung jawab berkenlanjutan harus segera di realisasikan oleh badan dunia PBB.  

       Manifestasi Acturian, yang memiliki tanggung jawab berkalanjutan terhadap anak-anak yatim piatu korban Covid -19,  ditangan PBB.  Anak-anak  adalah generasi masa depan yang  menjadi tanggung jawab  dunia , keberadaan anak , peta jalan masa depan dunia  menjadi lebih baik atau sebaliknya. Apakah kita hanya membiarkan hitungan data ,  lima juta yatim piatu ini , hanyalah angka-angka saja..  Apa kata  Kahlil Gibran dalam puisinya, Anakmu bukanlah Milikmu, “Berikanlah mereka kasih sayangmu, namun jangan sodorkan pemikiranmu, sebab pada mereka ada alam pikirannya sendiri.”  Mereka  adalah putra putri sang hidup , ingin punya dunia , yang rindu akan dirinya sendiri , tanpa rasa takut dan bisa mempunyai hidup yang bermakna.

        Pada  situasi kemanusian semacam ini ( yatim piatu korban Covid 19 ),  perlu kehadiran sosok Acturian,  masyarakat dunia  dalam hal ini adalah PPB,  segera aktif dan reaktif merespons kondisi ini menyerukan perlu diadakan  konvensi internasional,  mengatasi krisis kemanusiaan ini ,  menjaga kelangsungan hidup anak yatim piatu korban pandemic Covid-19 .

     Situasi terburuk  hak-hak anak yang kehilangan kedua orang tuanya akibat  pandemi Covid -19, belum diatur secara khusus oleh  United Nations Convention on the Rights of the Child  (UN-CRC  ), Konvensi berfokus terhadap  jaminan hak anak pada bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya yang disahkan pada tahun 1989 oleh PBB. tepatnya  tanggal 1 Juni 1959, PBB mengumumkan pernyataan hak-hak anak dan ditetapkan sebagai hari anak sedunia.[9]

       Pada tahun 1979, diputuskan sebagai tahun anak dan ditetapkan 20 November sebagai “ Hari Anak Internasional “ , dan pada tahun 1989, konvensi hak-hak anak disahkan oleh PBB.  Substansi konvensi belum menyediakan ruang bagi anak-anak korban pandemic Covid 19  . Konvensi ini hanya  mencetuskan hak-hak anak , untuk kebahagian anak dari anak-anak yang  menjadi tanggung jawab berkelanjutan oleh kedua orang tuanya yang masih hidup.

       Pada  artikel 4 yang mengatakan bahwa negara penandatangan konvensi dapat melakukan tindakan apapun secara tepat dalam melaksanakan amanat dari Konvensi Hak Anak . Namun belum mengatur substansi  mengenai ketentuan dan konsep tanggung jawab berkelanjutan terhadap anak yang kehilangan orang tuanya , dambil alih oleh siapa dan bagaimana pelaksanaanya di tingkat negara anggotanya.

         Proses konseptualisasi dan implementasi dari konvensi hak-hak anak,Kids [10] tersebut dusun sebagai berikut :

1)      hak kelangsungan hidup.  Dalam poin ini mengatur mengenai, melestarikan, mempertahankan serta mendapat kesehatan dan perawatan yang baik. Selain itu, hak ini juga mengatur untuk setiap anak berhak mengetahui keluarga serta identitasnya.; mengatur agar anak mendapat perlindungan.

2)       hak perlindungan ini harus didapatkan oleh seluruh anak di seluruh dunia. Perlindungan untuk anak seperti perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, kekerasan, dan keterlantaran. Hak perlindungan juga mengatur bahwa anak berhak melakukan kegiatan keagamaan dan kebudayaan secara bebas. Selain itu hak perlindungan juga mengatur anak-anak untuk enggak bekerja.

3)      hak tumbuh kembang juga meliputi standar hidup yang layak. Untuk mencapai standar hidup layak ada beberapa kategori untuk mencapai hidup layak, Kids.  Kategori tersebut seperti perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial. Selain itu anak juga berhak untuk bermain dan mendapatkan istirahat yang cukup untuk menunjang pertumbuhan.

4)      Hak berpartisipasi Baik anak-anak maupun orang dewasa berhak mendapatkan hak berpartisipasi. Anak-anak punya hak untuk menyatakan pendapatnya mengenai hal-hal yang berkaitan dan memengaruhi anak-anak.

        Peristiwa kemanusian sekarang ini, ada di depan mata dunia dan PBB, dan  hal yang mustahil manakala konsep empat hak anak dari United Nations Convention on the Rights of the Child  (UN-CRC  ),  dapat direrapkan pada anak berstatus yatim piatu korban Covid 19 . Jangan pernah di lupakan bahwa ke empat hak itu ,  berkaitan erat dengan tanggung jawab berkelanjutan. Ke empat hak itu tidak bisa disamakan dengan hak anak yang berstatus yatim piatu . Konsep   hak –hak anak  UN-CRC ,  memang milik anak-anak dunia, namun dalam strata anak dan orang tua yang masih hidup. 

C.    Kajian Struktural

1.      Manifestasi Acturian

             Mereka ( yatim piatu ) meski mendapatkan hak perlindungan oleh konvensi , tapi fisik dan jiwa mereka, jangankan menjalankan hak berpartisipasi ,  untuk hak kelangsungan hidup dan hak berkembang sudah pupus harapan, musnah bersamaan dengan hilangnya tanggung jawab berkelanjutan oleh orang tuanya yang meninggal dunia  akibat terpapar Covid 19. Kelahiran anak-anak berpredikat yatim piatu di dunia sekarang ini adalah kesalahan sejarah , mereka lahir dan berada dalam belitan Pandemic Covid 19

       Me-manifestasikan tanggung jawab berkelanjutan oleh para Acturian terhadap yatim piatu korban pandemic Covid 19, harus segera direspon oleh PBB menyelenggarakan konvensi United Nations Convention on the Rights of the Child  (UN-CRC  )  dan mengundang Acturian ( para filantropi ) .Urgensi  kehadiran mereka pada konvensi ini  , bertujuan agar mereka  bisa membuka impati hatinya , menyadari di balik kekayaanya yang semakin melimpah ada orang lain yang menderita, sehingga mereka bisa di dorong  bukan untuk menginvetasikan uangnya, tapi memanifestasi-kan dirinya sebagai sosok Acturian yang memiliki afikasi lindung nilai kemanusian ( tanggung jawab berkelanjutan ) seratus prosen ( 100 % ) terhadap anak yatim piatu korban Covid 19.

2.      Ruang Struktural

         Anak yatim piatu korban Covid 19, keberadaan kelangsungan hidupnya dalam lingkaran  ruang struktural negara. Akan tetapi kesadaran Lembaga struktural ,  hanya sebatas menjalankan program  mengentaskan kondisi keterpurukan temporer. Konteks penangannya, meng- elaborasi  situasi bencana ,dimana ada bencana - ada korban menjadi bagian integral dalam penangan pasca bencana dan hanya berupaya mengevakuasi korban,. Upaya semacam ini  adalah sebagai opsi jalan akomodatif penyaluran bantua dalam siklus penanggulangan bencana.

       Persoalanya barang kali bukan hanya evakuasi dan bantuan. tapi membuka ruang impati tanggung jawab berkelanjutan terhadap anak yatim piatu yang orang tuannya meninggal dunia terpapar Covid 19.  Berdasarkan  data penelitian yang di uraikan diatas, pola penyelesian dan penangannya cenderung menggunakan pola penanggulangan bencana .  Program bergaya  struktur kelembagaan yang selama ini dilaksankan, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun non Pemerintah , menggunakan spektrum masing-masing tapi prespektifnya menggunakan  pola yang sama  yaitu pola penanggulangan bencana.

      Data penelitian menunjukan penangan anak yatim piatu korban Covid 19  dengan  pola penanggulangan bencana , melalui bergaya program struktural , mereka  tidak menyadari bahwa penanganan semacam itu ,justru dapat memperpanjang ketidak pastian terhadap substansi  tanggung jawab berkelanjutan terhadap anak yatim piatu korban Covid 19. Pertama siapa pengganti orang tua dari anak tersebut , instrument hukum apa yang digunakan untuk memberikan kepastian eksistensi si Anak, apakah melalui instrument Adopsi atau Perwalian

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Gregg Braden et al – The Mystery 2012, translated into Indonesian by Ratih Ramelan, with the title The End of The World Countdown Peeling Completely Signs of the End Times , 2011 , publisher Ufuk Press 5th issue.

Instrumen-instrumen hukum internasional tersebut diantaranya adalah, United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice, United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their Liberty, United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Deliquency. Indonesia meratifikasi KHA ini pada 1990. 12 tahun setelahnya, Indonesia mengadaptasi konvensi ini ke dalam UU no 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian direvisi pada tahun 2014 pada UU no.35/2014.

 

Resolusi MU-PBB 44/25tanggal 20 Nopember 1989 mengenai “Convention of the Rights of the Child.

Jurnal The Lancet.



[1] Web infak Yatim Piatu diunduh 5-1- 2022

[2] Di petik dari Wikipedia. Diunduh 5-1-2022

[3] Berdasarkan data dari Satgas Penanganan Covid-19 per 20 Juli 2021 diketahui ada 11.045 anak menjadi yatim piatu, yatim atau piatu. Pada sisi lain jumlah anak yang terpapar Covid-19 sebanyak 350.000 anak dan 777 anak meninggal dunia. Tingkat resiko anak sangat tinggi untuk terpapar Covid-19. Karena itu, pemerintah telah menetapkan kebijakan percepatan vaksinasi bagi anak-anak minimal usia 12 tahun

[4] Di perkirakan  jumlahnya lebih dari  1,5 juta anak di seluruh dunia kehilangan orangtua, pengasuh, kakek-nenek, dan kerabat dekat lainnya akibat paparan virus SARS-CoV-2. Estimasi angka ini terungkap dari hasil studi tim respons COVID-19 yang terbit di jurnal The Lancet

[5] Gregg Braden et al – The Mystery 2012, translated into Indonesian by Ratih Ramelan, with the title The End of The World Countdown Peeling Completely Signs of the End Times , 2011 , publisher Ufuk Press 5th issue page 367

[6] Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, Harry Hikmat menjadi narasumber dalam Webinar Perlindungan dan Pengasuhan Anak Yatim Piatu Korban Covid-19 yang diselenggarakan oleh Plan Indonesia secara daring. Permasalahan anak yatim piatu yang orangtuanya meninggal akibat Covid-19 saat ini sedang menjadi perhatian pemerintah terutama Kementerian Sosial yang diberikan mandat untuk menangani hal tersebut ( dipetik dari laman Kementerian Sosial )   

 

[7] Kementerian Sosial juga telah melakukan pendataan terhadap anak yatim piatu korban Covid-19 dan saat ini data yang diperoleh sudah mencapai 28.088 anak per Tanggal 7 September 2021. Pendataan ini akan terus dilakukan mengingat banyaknya anak-anak Indonesia yang menjadi yatim piatu akibat kehilangan orangtua yang meninggal karena Covid-19. 

 

[8] Studi penelitian mencatat ;  Peru adalah negara tertinggi jumlah anak-anak yang kehilangan orangtua yakni sebanyak 98.975 anak, disusul Afrika Selatan 94.625 anak, Meksiko dengan total 141.132 anak, Rusia sebanyak 29.724 anak, dan Amerika Serikat 113.708 anak. Kemudian  India per April 2021 para peneliti memperkirakan sebanyak 43.139 anak berstatuskan yatim piatu.

 

[9] Instrumen-instrumen hukum internasional tersebut diantaranya adalah, United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice, United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their Liberty, United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Deliquency. Indonesia meratifikasi KHA ini pada 1990. 12 tahun setelahnya, Indonesia mengadaptasi konvensi ini ke dalam UU no 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian direvisi pada tahun 2014 pada UU no.35/2014.

[10] Resolusi MU-PBB 44/25tanggal 20 Nopember 1989 mengenai “Convention of the Rights of the Child.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar